Sunday, March 15, 2009
DARI PONARI SAMPAI KAMPANYE DAMAI PEMILU INDONESIA 2009
Beberapa waktu yang lalu, media memberitakan tentang Ponari, sosok (dukun) cilik yang mendadak bisa mengobati orang sakit melalui perantara batu gunung api. Menurut pengakuan sang dukun cilik, dia memiliki kelebihan tersebut sejak tersambar petir dan memiliki batu ajaib tersebut. Percaya atau tidak, dari hari ke hari ribuan pasien berdatangan ke rumah Ponari untuk berobat alternatif. Tak peduli omongan banyak kalangan, mereka mendatangi Ponari dan berharap kesembuhan. Ironis memang, tapi inilah fakta dan kenyataan yang terjadi.
Dukung Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009
Mereka (mungkin) bukannya tidak percaya dunia medis dengan segala modernitasnya. Mereka (mungkin) logis berpikir bahwa biaya medis masih terlalu mahal buat ukuran mereka. Resesi global menambah keyakinan mereka untuk berobat alternatif. Bagi mereka, Ponari dan kelebihannya menjadi sebuah solusi yang (mungkin) dapat melegakan dan menyembuhkan. Tentu dengan biaya yang relatif murah dibanding ongkos pengobatan modern.
Saya jadi mengelus dada, berharap resesi segera berlalu, perekonomian segera membaik dan daya beli rakyat segera meningkat. Tentunya ini bukan persoalan yang mudah tapi bukan tidak mungkin semua ini dilakukan. Tentunya juga tidak semudah berteriak sambil berujar: ketik REG spasi SEMBUH (walahh) tanpa kita tahu harus dikirim kemana…
Saya juga (tidak biasanya) jadi berharap banyak dengan Pemilu yang sebentar lagi datang. Kota-kota yang penuh dengan atribut partai dan foto baliho caleg-caleg. Foto-foto yang menor dengan sunggingan senyum atau gaya diam kaku dengan mata menyorot tajam. Semua membawa nama rakyat. Semua berkata atas nama rakyat. Rakyat yang mana sih mas, mbak, tuan, nyonya (--walah--)?? Saya sampai saat ini masih terngiang cerita dimana seorang khalifah dulu sampai menyamar di malam hari ke pelosok negri demi melihat sendiri bagaimana kehidupan rakyatnya. Dan pada saat dia mendengar ratapan seorang anak yang menangis kelaparan sampai tertidur sementara ibunya hanya bisa memasak batu kerikil karena miskinnya, sang khalifah kemudian kembali ke istana dan sendirian memanggul bahan makanan untuk diberikan kepada warganya tersebut. Itulah wujud kasih sayang dan kepedulian penguasa kepada rakyatnya.
Biarlah apa yang dikatakan dunia tentang kita. Bagiku, ini adalah kenyataan. Walau pahit seperti empedu tapi semoga tamparannya mampu membangkitkan kita. Bahwa di suatu saat nanti kita bakal mampu setara di dunia. Bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bakal terwujud. Seperti cita-cita semua rakyat. Memang tidak mudah tetapi juga bukannya tidak mungkin. Pemilu 2009 yang akan segera datang nanti semoga bisa menjadi pelipur sekaligus solusi dalam memajukan negri ini. Para pemenang semoga tidak menjadi seperti lilin, yang hanya berarti jika listrik pasokan PLN mati. Semoga mereka mampu menjadi bintang yang berpendar sepanjang masa.
Sumber gambar: inmaginedotcom
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment