Thursday, February 12, 2009

HIDUP DAN PILIHAN: untuk pesta demokrasi di Indonesia

BIRU HATI telah kembali:-)


Hidup memang sebuah pilihan. Seperti juga saat menentukan jalan hidup. Hidup tidak pernah memilih pada siapa dia akan bersandar. Kita lah semua yang memilih akan seperti apa hidup itu. Karena itu alangkah indahnya jika kemudian kita ber-istiqomah terhadap pilihan-pilihan yang menurut kita terbaik bagi hidup kita. Anda juga pasti tahu bahwa hidup tidak akan selamanya indah. Jika itu yang terjadi, alangkah hampanya hidup. Tidak ada seninya, kata sebagian orang. Tapi bukan berarti hidup yang menyimpang dari kebanyakan kodrat manusia adalah juga pilihan yang indah. Karena pada dasarnya manusia tidak bisa lepas dari kodrat yang telah ditetapkan. Hanya saja manusia – konon- (masih) bisa membuatnya lebih indah dan bermakna. Kata iklan – menang sesuai pilihan – atau kita bisa memodifikasinya menjadi – hidup sesuai pilihan –

Saat ini, wajah Indonesia sedang malih rupa menjadi bermacam warna. Ya, pesta demokrasi tiap lima tahun sekali itu akan datang di tahun ini. Ada yang tetap setia dengan warna yang dahulu, tapi ada juga yang memilih menjadi warna lain. Itulah salah satu pilihan. Seperti juga hidup, setelah memilih hendaknya kita juga tetap istiqomah, mendukung dan (yang paling penting) memberi saran, kritikan yang kesemuanya demi perbaikan umat. Bukan lagi demi perbaikan segelintir umat, atau sekelompok kecil bendera yang bukan merah darahku, putih tulangku. Karena niscaya, seluruh rakyat harus menyadari bahwa merah dan putih adalah warna dan baju dari Sabang sampai Merauke. Pada saat yang terpilih menjadi pemimpin maka dia hendaknya menyadari bahwa dia bukan lagi milik partai yang mengusungnya atau sekedar milik orang yang memilihnya. Karena dia sudah menjadi milik bangsa, yang semestinya (hati dan fikirnya) berbuat hanya demi kemajuan bangsa dan kemaslahatan umat – warga negara Indonesia -.

Bagi sebagian orang, memilih itu mudah. Tapi bagi sebagian yang lain, memilih adalah suatu pergulatan batin yang sulit. Tidak mudah mungkin merelakan pilihannya kepada orang yang bahkan kita baru tahu saat ini saja. Beberapa saat sebelum pesta demokrasi berlangsung. Naif mungkin (tidak mungkin juga saya bilang: edane, bon jovi, gigi dan sebagainya) tapi itulah hidup. Tidak akan pernah mudah menciptakan dan menjalaninya.
Ada yang sudah terlanjur sakit hati (lalu bikin orkes sakit hati), ada yang memang menganggap bahwa politik itu kejam. Hanya memahami orang pada saat tertentu saja, setelah terpilih lalu lupa dengan agenda-agenda partai, asik membangun koneksi dan melupakan seluruh rakyat yang telah memilihnya. Untuk melukiskan suasana seperti ini, hendaknya para juara dan wakil rakyat tersebut selalu memutar dan memahami makna lagu Bang Iwan – wakil rakyat -. Bagi saya, itu bukan sekedar lagu semata. Walau lagu itu bisa dibilang lagu lama tapi itulah sebenarnya pengejawantahan seorang rakyat yang melihat para wakilnya nun jauh di sana..Jika ternyata lagu itu masih relevan dengan suasana sekarang, berarti kita patut malu terutama anda – para wakil rakyat - . Berarti rakyat (kesejahteraannya, kemanusiaannya, keadilannya) masih belum menjadi agenda anda yang paling utama. Namun jika anda semua sudah bisa memahami makna lagu tersebut, maka majulah dengan jumawa sebagai calon wakil rakyat..

Demokrasi ternyata bisa juga terpeleset menjadi democrazy. Sebuah jenis demokrasi yang cenderung crazy. Atau sejenis demo yang ternyata crazy. Ah, terserah anda saja menilainya. Euforia yang kebablasan pada akhirnya justru akan merusak makna dari suatu tujuan yang mulia. Jadi setiap sesuatu yang baik jika terlampau dibesar-besarkan justru bisa merusak tujuan itu sendiri. Contoh kecil saja: Anda sebagai orang berpunya ingin bersedekah dengan menanggung semua biaya pendidikan seorang anak yatim. Tujuannya sangat mulia. Tapi jika kemudian anda berbangga diri dan bercerita kemana-mana bahwa anda sudah bersedekah maka makna sedekah anda menjadi kabur. Itu contoh kecil riya’. Pada akhirnya anda tidak akan dapat makna dari sedekah anda.

Bagi anda yang terlanjur sakit hati dan menjadi naif untuk tidak memilih atau tidak akan mendukung orang yang bukan dari golongan anda maka mungkin anda bisa belajar dari sejarah. Anda mungkin pernah mendengar kisah Mahabharata. Kisah Begawan Bhisma yang pada dasarnya adalah orang mulia. Orang yang mengerti baik dan buruk. Orang terdekat yang sangat mengerti tentang Bala Kurawa yang bertabiat jahat dan buruk dan para Pendawa yang berbudi luhur. Akan tetapi pada saat tiba perang Bharatayudha, sang Resi lebih memilih membela Kurawa. Bhisma sangat mengerti akan pilihannya dan bersiteguh kukuh atas konsekuensi yang timbul dari pilihannya itu. Beliau yakin berucap bahwa dia tidak membela kemungkaran Kurawa dengan memilih berperang melawan Pendawa. Tetapi beliau membela martabat negri dan keluarganya. Bahwa Bhisma berjanji akan membela dan menjaga Kurawa, titisan dan darah daging ibu tirinya, demi janji dan sumpah yang telah diucapkannya. Bhisma sangat memahami bahwa Pendawa lah yang benar, dan yang benar pasti akan menang, tetapi konsekuensi dari sumpahnya membuat dia berseteru dengan para Pendawa.

Bagi Bhisma, itulah hidup. Dan dia telah memilih hidupnya sendiri. Keputusannya itu bahkan dihormati oleh kawan dan lawannya. Bagi saya pribadi, Bhisma menjadi contoh dari pilihan dan hidup. Yakinlah pada pilihan anda. Karena pilihan itu akan menjadi rangkaian yang tidak pernah putus dari hidup anda. Dan ketika pilihan itu sudah anda tetapkan, konsistenlah dalam mendukung. Tentu saja dengan cara dan tindakan yang benar. Demokrasi di Indonesia bukanlah democrazy. Dan sesunguhnya semua itu terwujud dari sikap dan tindakan para warga negaranya yang santun dan bermartabat. Masalah menang dan kalah adalah sesuatu yang harus terjadi. Adalah pilihan kita semua, jika kekalahan adalah ujung dari pilihan anda maka itu adalah kekalahan yang terhormat. Begitu juga sebaliknya, bahwa kemenangan anda adalah kemenangan yang terhormat. Kemenangan yang mampu membawa umat kepada jalan terbaik, jalan kemenangan dan kebenaran. Jika itu semua yang terjadi, maka beruntunglah anda dan saya memilih menjadi warga negara Indonesia..

Selamat berdemokrasi – dalam semua sisi hidup –