Investasi Tidak Semua Bergantung Pada Potensi Pasar
BENAR untuk sementara ini, pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Lufti kemarin bahwa krisis listrik yang baru-baru ini terjadi di pulau Jawa dan Bali dan Pemilu nasional mendatang tak mengurangi minat investasi di Indonesia. Angka investasi dalam Januari-Juni 2008 menunjukkan, investasi malah meningkat 56,2% dari masa sama 2007 dengan nilai US$11,32 miliar dari hanya $7,25 miliar tahun lalu.
Angka tersebut bisa memberi sinyal keliru bila pemerintah terlalu optimis dan mengandalkan besarnya potensi pasar konsumen yang mencapai 230 juta penduduk, jauh lebih besar dari negara-negara jiran atau regional, selain China dan India.
Krisis listrik di pulau Jawa-Bali baru-baru ini jelas belum berdampak atas pertumbuhan investasi masa sebelumnya. Demikian juga Pemilu tahun depan atau kampanye Pemilu mendatang. Untuk meneliti dampak riil krisis listrik atas kepercayaan investor dan atas kinerja ekonomi domestik, ada baiknya bagi BKPM melakukan peninjauan di lapangan dan mendengarkan secara langsung keluh kesah para investor, dunia usaha dan rakyat banyak di daerah-daerah luar pulau Jawa dan Bali, seperti Sumatera yang terus-terusan dilanda krisis listrik berkepanjangan.
Tak sulit dipahami mengapa Wapres Jusuf Kalla sedemikian urgen dan giat turun ke lapangan untuk mendorong pembangunan PLTU sebesar 10.000 MW di Banten agar cepat mengakhiri krisis listrik untuk pulau Jawa-Bali, tak lain daripada demi kepentingan ekonomi dan kebutuhan kehidupan sehari-hari rakyat di pulau-pulau bersangkutan.
Pengandalan besarnya potensi pasar konsumen Indonesia hanya sebagian kecil dalam studi kelaykan investasi atau dalam daftar keunggulan kompetitif di suatu negara. Para investor atau calon investor lebih memperhatikan status “country risk” yang meliputi risiko politik dan ekonomi.
Hasil Pemilu mendatang bisa mengubah status quo, bentuk pemerintahan, kebijakan ekonomi dan investasi yang termasuk insentif dan tarif pajak, kepastian hukum, jaminan investasi,reformasi ketenagakerjaan yang meliputi isu-isu demo, aksi mogok,upah,pemutusan hubungan kerja, pesangon, persengketaan dsb.
Ketidak-stabilan politik dan ekonomi, environmen bisnis yang tak kondusif, sentimen anti investor asing, regulasi berlebihan,kontrol lalu-lintas devisa, gejolak finansial, birokrasi dan pungli, krisis listrik, kekurangan penyediaan utilitas umum, kesulitan/kemacetan infrastruktur dan lain-lain lebih berdampak negatif daripada dampak positif dari keunggulan potensi pasar konsumen, kekayaan sumber daya alam atau upah lebih murah.
Investor, biar investasi langsung asing (FDI) horizonal ataupun vertikal, umumnya peka terhadap “risk aversion” atau enggan ekspos pada risiko. Mereka hanya ingin mencari kesempatan bisnis, pembukaan pasar baru. efisiensi produksi melalui “economies of scale and scope”, kemudahan distribusi produk dan penjagaan pangsa pasar.
Negara-negara destinasi investasi setidak-tidaknya harus memenuhi syarat-syarat mendasar yang mereka inginkan, hasil penilaian investor baik dengan metoda kuantitatif ekonomi metrik (atas dasar risiko finansial) atau metoda kualitif (atas analisis risiko politik) bukan yang dari sudut pandang kita sendiri yang sempit.
Diakui, semua jenis investasi mengandung risiko, kecil atau besar, tapi mereka juga harus mempunyai batas toleransi. Jelas semakin besar risiko seharusnya menjanjikan hasil imbal semakin besar.
Bukan gejala baik kalau jumlah atau nilai investasi asing mendadak melonjak di pasar uang. Pemerintah hendaknya jeli terhadap investor jangka pendek yang berani mengambil risiko di pasar finansial kita. Mereka menggunakan “hot money” atau melakukan “carry trade” dan setiap saat bisa hengkang dari negara kita.
Memang kita membutuhkan investasi, mengingat investasi adalah satu salah komponen dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional. Demi kestabilan ekonomi dan pertumbuhan berkesinambungan, pemerintah lebih baik memilih FDI yang bermutu dan berjangka lebih panjang dengan memperbaiki iklim investasi dalam semua aspek seramah mungkin. ****
Wednesday, July 16, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment